Saturday, August 27, 2022

Menjadi Bagian Tim dari Pengendalian Dokumen



Masih berkaitan dengan tulisan kemarin tentang perbedaan dokumen asli, terkendali, tidak terkendali, dan kadaluarsa (BACA DISINI), tulisan ini saya buat sekedar untuk membagikan pengalaman saja.

Idealnya, format laporan itu harus konsisten dan sebaiknya template sama jadi pemberkasan selalu terlihat rapi dan seragam. Template yang dipakai tahun ini, logikanya, tidak dituntut harus 'berinovasi' jadi berbeda dengan template tahun lalu. Laporan itu kan yang penting isinya, toh masalah poin-poin pembagian bab kan tidak mungkinlah jadi jauh berbeda hanya karena berganti kepemimpinan.

Tapi nyatanya di lapangan, kalau disuruh pakai template baru, ya harus pakai template baru. Kalau ada atasan yang menyuruh saya mengerjakan laporan dengan menggunakan format dari beliau, ya saya kan manut saja.

 

Jadi, mengapa harus rapi dan seragam?

Kerapian menunjukkan bahwa pengumpulan setiap berkas yang dipakai sudah terdata dan disusun sesuai aturan identifikasi dokumen (penamaan berkas, penomoran berkas, tanggal pembuatan berkas, tanggal pengesahan berkas bila ada, penulis berkas, dll). Keseragaman menunjukkan bahwa setiap berkas sudah dikelompokkan sesuai jenisnya, fungsinya, dan sesuai masa retensinya.

Kerapian dan keseragaman tentu mempermudah apabila terjadi pergantian personil yang bertugas sebagai Pengendali Dokumen mudah untuk melanjutkan pekerjaan sebelumnya, apalagi orang baru seperti saya.

Waktu saya ditempatkan didalam tim Pengendalian Dokumen di sebuah proyek, baik dokumen asli dan dokumen terkendali diberi stempel basah dan tanda tangan basah. Mungkin karena proyek PUPR kali ya, dokumen terkendali tetap harus dibubuhi tanda tangan basah juga agar terlihat lebih resmi.

Jadi, ketika dokumen asli sudah fixed dan tidak ada revisi-revisi lagi, maka sudah diperbolehkan untuk di-print dan dijepit rapi supaya bisa menghadap untuk meminta stempel ASLI basah. Setelah mendapat stempel ASLI, maka sudah diperbolehkan untuk difotokopi sebanyak yang dibutuhkan dan masing-maisng sudah harus dijilid rapi supaya bisa menghadap kembali untuk meminta stempel COPY basah.

Selanjutnya, dokumen asli dan dokumen-dokumen kopi ini diserahkan kembali ke tim teknis PU dan menunggu untuk mendapatkan tanda tangan basah dari pihak-pihak pengesahan.

Setelah semuanya beres, barulah dokumen asli dan dokumen-dokumen kopi ini saya serahkan secara formal ke P.O (Project Officer) untuk lembar Tanda Terima Dokumen bahwa laporan-laporannya sudah diserahkan dan diterima oleh PUPR, melalui P.O (Project Officer).

Kemudian, saya menunjukkan Tanda Terima Laporan ini ke bagian administrasi PU dan cukup menyampaikan pernyataan bahwa dokumen-dokumen fisik sudah ada ditangan P.O (Project Officer).

Sekembalinya dari kantor PU, saya akan scan Tanda Terima Dokumen itu  untuk backup pribadi sedangkan Tanda Terima Dokumen yang asli berikut dokumen-dokumen lain yang menjadi bagian tanggung jawab jobdesk saya, saya kumpulkan dan saya serahkan ke tim Pengendalian Dokumen. Kalau dokumen-dokumen yang softcopy, biasanya saya kirimkan via aplikasi atau surel.

Untuk dokumen tidak terkendali, biasanya tunggu diminta orang kantor dulu. Biasanya sih, pasti diminta untuk pertinggal di kantor. Jadi sebelum saya serahkan ke P.O, sudah difotokopi dulu 1 rangkap.

Kalau saya sih, misalnya jadi TL (Team Leader), tidak perlu lah hardcopy begitu. Semua sudah serba daring, jadikan arsip digital saja. Tinggal unggah ke internet. Pas butuh, tinggal baca secara daring atau unduh ke komputer masing-masing. Karena pada kenyataannya, tidak akan mungkin dibaca-baca lagi biasanya oleh para staff.

Toh, kontrak sudah selesai, produk fisik sudah jadi, pemeriksaan sudah lewat, jujur saja deh, memang bakal dibaca lagi oleh staff PU-nya, ya kan engga ya...toh ada batas pemeriksaan kadaluarsa juga..

Tapi ya, kerjaan Pengendalian Dokumen itu memang tidak mudah dan tidak bisa dianggap sepele. Sistem Manajemen Mutu memang dipelajari di teknik sipil (disebutkan di kuliah Manajemen Konstruksi dan Perancangan Struktur Bangunan Sipil), namun ini tidak terlalu saya perdalam karena target pertama saya memang Bina Marga spesifikasi jalan dan jembatan (Highway and Bridge Engineering).

Membuat jalan dan jembatan juga tetap butuh manajemen mutu, tapi manajemen mutu itu jobdesk-nya orang lain, saya cukup mengarahkan dan memastikan di lapangan sudah sesuai SOP dan memakai K3.

Sertifikat Keahlian untuk Jalan dan Jembatan memiliki isi modul pembelajaran yang berbeda untuk yang mau mengambil Sertifikat Keahlian ISO. Sertifikat Keahlian ISO itu ada banyak, dan ada 3 yang familiar bagi anak sipil (masih valid hingga tulisan ini dirilis):

  • ISO 9001:2015 untuk Quality Management System,

  • ISO 140001:2015 untuk Environmental Management System alias SML,

  • ISO 45001:2018 untuk Occupation Health and Safety Management System alias SMK3.

Tapi kalau membahas lebih detail, monggo 'gugling' sendiri ya.

 

Friday, August 26, 2022

Perbedaan Dokumen Asli, Terkendali, Tidak Terkendali dan Kadaluarsa

 

 

 

Sebagai anak teknik sipil, selain buku ajar dan diktat yang harus dipelajari, mengingat isi undang-undang dan surat-surat penting keluaran Pemerintah Indonesia dan Dirjen PUPR itu ibaratnya kayak cemilan. Jadi istilah Dokumen Asli, Dokumen Terkendali, Dokumen Tidak Terkendali, dan Dokumen Kadaluarsa sudah terbiasa saya temukan di berkas-berkas seperti itu.

 

Ada 4 jenis dokumen, antara lain.

 

1. Dokumen Asli

Dokumen awal.

Memiliki tanda tangan basah dari pihak-pihak pengesahan (dibuat oleh, diperiksa oleh, disetujui oleh) dan hanya memiliki 1 stempel yaitu stempel MASTER/ASLI/ORIGIN basah.

 

2. Dokumen Terkendali

Salinan dari dokumen asli yang didistribusikan ke bagian terkait.

Jika salinan yang didistribusikan dalam bentuk digital (softcopy), memiliki 1 stempel yaitu stempel TERKENDALI / CONTROLLED berwarna (karena hasil scanned) dan diberikan keterangan 'Dokumen ini tidak terkendali apabila diunduh'.

Jika salinan didistribusikan dalam bentuk fisik (hard copy), yang benar harus ada 2 stempel yaitu stempel MASTER/ASLI/ORIGIN warna hitam (karena hasil fotokopi) dan stempel TERKENDALI / CONTROLLED basah.

Penetapan status dokumen terkendali dan setiap versinya dikendalikan oleh Pengendali Dokumen, dan setiap dokumen terkendali yang sudah didistribusikan harus memiliki Tanda Terima Dokumen sebagai bukti dokumen tersebut sudah diserahkan dan sudah diterima bagian terkait itu.

Bisa juga kalau Tanda Terima Dokumen mau dijadikan 1 lampiran apabila diijinkan oleh tim teknis.

 

3. Dokumen Tidak Terkendali

Salinan dari dokumen asli yang didistribusikan ke pihak eksternal.

Pihak eksternal adalah pihak luar yang sudah mendapat persetujuan Manajemen Penjamin Mutu untuk mendapatkan salinan ini. Penetapan status dokumen terkendali dan setiap versinya TIDAK DIKENDALIKAN oleh Pengendali Dokumen.

Jika salinan yang didistribusikan dalam bentuk digital (softcopy), memiliki stempel TIDAK TERKENDALI / UNCONTROLLED berwarna (karena hasil scanned).

Jika salinan didistribusikan dalam bentuk fisik (hard copy), memiliki stempel TIDAK TERKENDALI / UNCONTROLLED basah.

Salinan ini maksudnya hasil fotokopian dari dokumen asli yang sudah mendapat tanda tangan pihak pengesahan.

Bisa juga, salinan dimaksudkan hasil fotokopi dari dokumen asli yang sudah mendapat tanda tangan pengesahan dan cap perusahaan.

 

4. Dokumen Kadaluarsa

Dokumen asli dan/atau salinan dari dokumen asli yang sudah tidak berlaku lagi dan harus ditarik dari peredaran.

Dokumen kadaluarsa hanya memiliki 1 stempel yaitu stempel KADALUARSA.

Penarikan dokumen dilakukan oleh Pengendali Dokumen.

Softcopy dan hardcopy dokumen kadaluarsa asli akan disimpan dalam lemari pengarsipan, apabila ada softcopy dan hardcopy dokumen kadaluarsa fotokopi akan dimusnahkan.

Thursday, August 25, 2022

Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membuat Ruangan dengan Konsep Mezzanine

 

 

Pernah dengar istilah 'mezzanine'?

Kata 'mezzanine' berasal dari bahasa Itali 'mezzo' yang artinya tengah. Kalau disimpulkan dalam bahasa tekniknya, mezzanine merupakan lantai yang berada di tengah suatu konstruksi bangunan. Mezzanine banyak ditemukan di konstruksi gudang, rumah tinggal, hingga apartment. Bahkan bangunan-bangunan umum lainnya seperti toko, gereja, hotel, resort, restaurant sudah banyak yang mengadopsi konsep mezzanine ini.

Saya tahu istilah 'mezzanine' dari ilmu arsitektur. Sebagai anak teknik sipil, saya menghargai inovasi ini. Ruangan mezzanine adalah istilah untuk ruangan yang dibuat di lantai mezzanine, yang berarti ada  partisi kosong dari sebuah bangunan yang dikondisikan untuk ruang tambahan/fungsional.

Ruang mezzanine memang bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan area rumah tanpa harus renovasi rumah. Dengan standar luas ruang yang harus diperhatikan yaitu hanya 1/3 dari luas ruangan utama, mezzanine bisa terlihat sangat estetik karena ada di antara lantai bawah dan langit-langit/plafon rumah.

Kalau berbicara soal ruangan, berarti harus memperhitungkan aktivitas-aktivitas apa saja yang bisa terjadi didalam diatas permukaan lantai di ruangan tersebut. Maksud saya, daya dukung dari bahan material lantai mezzanine ini harus tepat.

 

Mau murah pakai gypsum, ya silakan.

Mau terlihat vintage pakai kayu, ya silakan. Tinggal memperhitungkan jenis kayu yang kuat dan tahan lama, ketebalan kayu, dan ketebalan lantainya.

Mau harga terjangkau bisa pakai plat semen fiber GRC (Glassfiber Reinforced Concrete) atau Kalsifloor, ya silakan. Ada juga namanya Kalsideck, produknya Kalsiboard juga, tapi ini saudaranya Kalsifloor tapi dengan tekstur menyerupai kayu. Plat semen fiber merupakan pelat/papan dari campuran semen dan serat. Logikanya tidak akan sekuat beton, dan kebetulan saya tidak pernah mau merekomendasikannya. Minusnya lagi, rumit dalam pemasangannya plus kalau sambungannya patah, harus pakai lem khusus.

Mau pakai plat besi, ya silakan. Perhatikan ketebalan tiap plat besi dan jangan lupa perawatannya agar tidak berkarat.

Mau lebih awet dari plat besi, pakai plat baja ringan/plat bordes.

Mau yang sudah pasti aman dan awet, ya pasti dak beton. Mau dak beton konvensional atau dak beton yang bekistingnya pakai plat bondek,ya silakan. Pakai bekisting dengan plat bondek memang lebih menghemat anggaran dan lebih cepat selesai pula namun harganya bisa sangat mahal karena mengikuti harga baja.

Yang terbaik? Tetap dak beton sih.

 

Biasanya, saya membuat catatan tinggi lantai dasar ke langit-langit bangunan itu minimal 4.5 meter. Oleh karena itu, kalau misalnya dikaitkan dengan pengadaan tangga dengan plafon rumah yang tinggi (jarak lantai satu ke lantai berikutnya terlalu tinggi), kita bisa mengakalinya dengan menyediakan lantai mezzanine. Areanya bisa dimanfaatkan tanpa harus membuat lantai lengkap.

Lantai mezzanine memang bisa terlihat sangat menarik. Namun, menurut saya pribadi, lantai mezzanine lebih cocok diterapkan untuk ruangan yang sifatnya BUKAN UNTUK PRIVASI.

Lantai mezzanine cocok untuk area tanpa dinding misalnya ruang tamu tambahan/ekslusif, ruang bersantai, ruang keluarga, mini bar, ruang membaca, atau ruang bermain anak-anak. Walk-in-closet tidak termasuk privasi, hanya tidak etis saja. Saya tidak menyarankan Anda untuk membuat sebuah area di pojokan rumah Anda dimana orang-orang yang bertamu ke rumah Anda bisa melihat isi lemari pakaian-pakaian Anda.

Alasan logisnya karena ruangan yang dikondisikan pada lantai mezzanine itu beresiko pengap.

Minimal jarak lantai mezzanine ke plafon rumah itu 220cm. Pencahayaan yang terlalu dekat tidak akan membuat nyaman orang untuk berlama-lama di ruangan mezzanine. Pencahayaan yang terlalu terang juga membuat temperatur ruangan lebih cepat hangat. Lebih-lebih pemasangan ventilasi tidak direncanakan dengan tepat.

Punya kipas angin saja tidak cukup.

Satu jendela saja tidak cukup, paling tidak harus 2 jendela dengan masing-masing ukuran daun jendela yang cukup besar.

Sebaiknya pasang beberapa lubang hawa juga di dua sisi dinding yang berseberangan.

Apalagi kalau perabotan didalam ruangan terhitung cukup banyak, langsung tampak sempit.

Membuat ruangan dengan konsep mezzanine ya silakan saja, tapi cukup dibuatkan untuk ruangan terbuka atau ruangan tanpa dinding alias bukan ruangan yang diperuntukkan untuk privasi.

Wednesday, August 24, 2022

Menghitung Kebutuhan Anak Tangga untuk Konstruksi Rumah



Baca disini untuk ELEVASI.

Baca disini untuk mempelajari BAGIAN-BAGIAN TANGGA.

 

Untuk mendapatkan tangga yang ideal bisa menggunakan referensi dari arsitek Prancis, François Blondel, dimana total dari perhitungan berada di range 63-65 dengan ketentuan sebagai berikut.

  1. Curam dengan lalu lintas rendah (63)
  2. Optimal (64)
  3. Tangga servis, biasanya dipakai di luar ruangan atau gedung perkantoran (65)

Ideal tangga hanya memiliki 15 anak tangga (rata-rata ketinggian plafon rumah di Indonesia 2.5 meter), dengan standar tinggi anak tangga 16-19cm. Ada juga beberapa bentuk tangga dengan ketinggian yang dibuat hanya 14-15cm, kalau opini saya pribadi, itu masih terlalu landai. Ketinggian >20cm ada juga, tapi masih opini saya, itu tidak efisien, membuat kaki cepat pegal.

Apapun bentuk tangga yang direncanakan, “safety comes first, safety comes second, safety comes third.”

Standar lebar tangga rumah biasanya 90cm, sudah sesuai dengan prediksi lalu lintas 1 orang atau ada aktivitas menaikkan/menurunkan barang. Ukuran lebar 100cm (1 meter) biasanya untuk bangunan umum, walaupun saya lebih sering menyarankan sebaiknya minimal 120cm (1.2 meter). Tapi semua kembali pada kebutuhan dan frekuensi lalu lintas di tangga.

Ada desain tangga rumah yang bisa dilewati dua orang, tapi tidak untuk kegiatan naik-turun sekaligus dengan frekuensi tetap.

Berbeda dengan desain tangga di bangunan umum yang dituntut lebih lebar dari desain tangga rumah supaya bisa dilewati lebih dari dua orang, asumsi kegiatan naik-turun sekaligus dengan frekuensi tetap. Mengapa demikian? Karena tetap harus memperhitungkan jarak wajar ± 55cm antara orang dan pegangan.

Kalau saya sering membuat perkiraan seperti ini:
Bila 1 badan tangga memiliki 20-25 anak tangga, opini saya paling tidak punya 1 bordes.
Bila 1 badan tangga memiliki 26-35 anak tangga, paling tidak punya 2 bordes.

Walaupun saya sering menetapkan adanya bordes di setiap 11 anak tangga per badan tangga, namun pembagian jumlah anak tangga antara badan satu dan badan lainnya cukup disesuaikan sendiri.

Tampak samping Tangga Lurus


Tampak samping Tangga U

Misal,
Tinggi plafon = 4m = 4000mm
Tinggi anak tangga yang direncanakan = 17 cm = 170mm
Maka jumlah anak tangga yang dibutuhkan 4000/170 = 23,52 = 24 anak tangga (dibulatkan keatas)
 
Jika jumlah anak tangga dirasa terlalu banyak tapi plafon rumah sudah jadi atau memang tetap ingin punya plafon tinggi, mungkin bisa pakai konsep lantai mezzanine.
Cek catatan saya tentang lantai mezzanine DISINI.
 
Misal, bentuk tangga lurus.
Maka, panjang badan tangga
(24-1)x30cm (misalnya pakai keramik 30x30) = 690cm + 90cm (bordes) = 780cm ≈ 7.8 meter

 

Misal, bentuk tangga U
Maka, panjang badan tangga
(1/2*24)-1)x30cm (misalnya pakai keramik 30x30) = 330cm + 90cm (bordes) = 420cm ≈ 4.2 meter
 
Area kosongnya bisa dibuatkan external storage misalnya lemari sepatu atau buku-buku lama, atau dibuatkan kamar mandi (berarti elevasinya bisa direndahkan lagi dari standar -0.02/-0.05).
 
Kalau area sempit, rumus diatas bisa diabaikan, sehingga lebar pijakan bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Misal, kita asumsi, hanya tersedia ukuran keramik 30x30cm saja. Maka lebar pijakan anak tangga (menurut rumus Brondel harus berada pada range 63 s/d 65)

(2 x 170mm) + ( 1 x pijakan) = range 63 s/d 65
(340mm) + (1 x pijakan) = range 63 s/d 65
(1 x pijakan) = range 63 s/d 65 – 340
 
  • Jika 63 , maka lebar pijakan 630 – 340 = 290mm à keramik dengan lebar 29 cm
  • Jika 64 , maka lebar pijakan 640 – 340 = 300mm à keramik dengan lebar 30 cm
  • Jika 65 , maka lebar pijakan 650 – 340 = 310mm à keramik dengan lebar 31 cm

Atau mau dibalik kondisinya, kita sudah merencanakan jumlah anak tangga yang kita inginkan, misal 25 anak tangga. Maka, tinggi tiap anak tangga 4000/25= 160mm = 16 cm

2.       Maka lebar pijakan anak tangga (menurut rumus Brondel harus berada pada range 63 s/d 65)

(2 x 160mm) + ( 1 x pijakan) = range 63 s/d 65

(320mm) + (1 x pijakan) = range 63 s/d 65

            (1 x pijakan) = range 63 s/d 65 – 320

  • Jika 63 , maka lebar pijakan 630 – 320 = 310mm à keramik dengan lebar 31 cm 
  •  Jika 64 , maka lebar pijakan 640 – 320 = 320mm à keramik dengan lebar 32 cm
  • Jika 65 , maka lebar pijakan 650 – 320 = 330mm à keramik dengan lebar 33 cm

 

Jadi, kesimpulan dari perhitungan diatas adalah:

Untuk ketinggian plafon 4 meter, dengan perencanaan tinggi anak tangga (optrade) adalah 17cm dan lebar pijakan (antrade) adalah 30cm, maka akan didapat 24 anak tangga.

Lebar pijakan (antrade) sengaja dibuat 30cm supaya keramik ukuran 30x30 bisa terpakai. Pembuatan, jumlah, dan tipe bordes disesuaikan dengan bentuk tangga. Pemotongan keramik untuk bordes disesuaikan di hasil jadi. 
Tambahan, untuk tinggi pegangan (balustrade) bisa dibuat 900mm-1000mm. Celah pegangan (balustrade) bisa dipasang apabila dibutuhkan.

Could not Determine SDK root

  Seperti yang kita ketahui untuk membuat aplikasi Android, sangat direkomendasikan menggunkan Android Studio . Namun, ada beberapa kendala ...